Suatu ketika saya mengikuti kegiatan workshop selama 3 pekan, dua hari per pekan di Surabaya. Selama enam hari tersebut saya pergi-pulang dari Malang-Surabaya. Saya berangkat dari rumah jam 5 menuju terminal Arjosari dan jam 5.30 saya sudah harus naik bis menuju Surabaya. Begitu pun nanti jam 5 sore saya meluncur dari lokasi kegiatan menuju terminal Purabaya, Bungurasih. Setelah sholat Maghrib, saya menaiki bis menuju Malang.
Dalam perjalanan tersebut kadang saya wiridan sambil tidur, membaca buku, atau mengaji, dan kebanyakan saya malah tertidur. Banyak juga penumpang yang melakukan perjalanan itu setiap hari dari Malang menuju tempat kerjanya baik di Pasuruan, Mojokerto, Sidoarjo, maupun Surabaya.
Beberapa orang di antara mereka saya ajak ngomong-ngomong kecil sambil bertanya, mengapa tidak tinggal atau ngekos di dekat kerja. Jawabannya variatif namun ada 3 jawaban yang banyak muncul.
Pertama, alasan keluarga. Mereka tidak mau jauh dari keluarga. Lebih mereka lelah melewati perjalanan itu daripada tinggal terpisah dari keluarga. Dari alasan ini saya menangkap kerinduan dan rasa cinta yang dalam untuk orang-orang yang mereka cintai. Memang cinta itu akan menuntut pengorbanan yang tidak sedikit. Namun jika pengorbanan itu justru meningkatkan kebahagiaan, maka wajar pengorbanan itu dipenuhi.
Kedua, alasan finansial. Mereka menghitung-hitung, jika biasa ngekos di dekat kerja lebih mahal dari biaya transportasi dari rumah ke tempat kerja, mereka memilih untuk melaju setiap hari. Alasan kedua ini cukup rasional dan realistis. Belum lagi jika tinggal berjauhan dari keluarga mereka harus menghidupi dua dapur sekalian, tentunya biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. Alasan ini mempertimbangkan efisiensi dan keseimbangan cash flow dalam keluarga.
Ketiga, alasan jarak dari tempat kerja masih memungkinkan untuk ditempuh. Dan apapun alasannya itu semua baik dan mereka masih mampu menjalaninya.
Anda bisa membayangkan berapa jumlah jam perjalanan yang ditempuh dalam kondisi perjalanan demikian. Asumsikan saja untuk pergi-pulang tersebut membutuhkan waktu 2 jam per hari, maka ada 10 jam per pekan dan 40 jam per bulan. Dalam setahun ada 520 jam perjalanan.
Bayangkan bagaimana jika 520 jam tersebut digunakan untuk meningkatkan kualitas diri, mengupgrade kapasitas mental keilmuan, keterampilan, dan berbagai hal baik lainnya. Apa yang saya maksudkan?
Saya membayangkan dalam perjalanan tersebut sambil menikmati perjalanannya para penumpang ini membaca buku atau artikel, menulis, mendengarkan audiobook, berdiskusi hal positif dan mengembangkan jejaring. Atau melakukan hal baik yang dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas diri mereka. Tidak ada yang salah dan kurang baik, semuanya masih masuk akal dan terukur.
Penambahan informasi dan pengetahuan dapat membuat siapapun memiliki kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih. Lebih dalam kinerja, kemampuan sosialisasi, dan kehidupan pribadinya.
Mungkin awalnya terasa berat untuk belajar, namun jangan berhenti. Tetaplah bersemangat untuk menguatkan diri agar kita menjadi pribadi yang bukan hanya memiliki nilai tambah atau nilai lebih namun juga akan menstimulasi untuk terus belajar dan mencari tahu.
Mulailah terlebih dahulu, mungkin awalnya Anda kurang menikmatinya. Namun jika itu terus dilakukan Anda akan ketagihan untuk terus meningkatkan kapasitas diri. Bahkan suatu saat akan ada momentum Anda akan mengatakan lagi dan lagi. Karena belajar itu sesungguhnya nikmat dan kenikmatan yang tak ternilai besarnya.
Ibarat hukum gerak Newton, suatu benda akan terus diam sampai ada benda/stimulus lain yang membuatnya bergerak. Sementara jika ia sudah bergerak, ia akan terus bergerak sampai ada benda/stimulus lainnya yang membuatnya berhenti.
Selamat belajar dan meningkatkan kapasitas diri. Saya siap mendengarkan cerita pertumbuhan dan perubahan Anda.
By. Coach ILHAM

Leave a Reply