Dalam pelajaran filsafat yang paling tinggi akan mengajarkan pada akhirnya “Jangan percaya apapun, sampai Anda membuktikan dan menemukan jalannya yang benar”.
Dalam suatu forum diskusi dengan Prof Cholichul Hadi (Profesor Psikologi Unair) beliau sering menyatakan “jangan percaya sama saya.” Pernyataan ini tidak muncul begitu saja. Saya yakin beliau telah melalui berbagai macam proses untuk belajar dalam jangka waktu yang tidak singkat, hingga menyimpulkan demikian. Butuh waktu dan proses panjang untuk sampai pada suatu kebenaran, apapun bentuk kebenarannya.
Pengetahuan diperoleh melalui berbagai tahapan, mulai dari mengindera (sensing), memperhatikan (attenting), memproses (processing), menentuan sudut pandang (percepting), hingga mempercayai (believing). Berbeda antara percaya atas dasar pengetahuan (ilmu) dengan percaya atas dasar common sense.
Percaya atas dasar common sense mungkin tidak memerlukan pembuktian, cukup hanya percaya dan percaya saja. Kepercayaan semacam ini saya sebut sebagai kepercayaan yang paling rendah atau kepercayaan bodoh. Keputusan yang diambil dengan kepercayaan seperti ini hanya melahirkan kebodohan yang diwariskan atau disebar luaskan. Maka harus hadir orang-orang yang meluruskan, menjelaskan, mengklarifikasi. Dalam bahasa Arab disebut Tabayyun.
Sementara percaya atas dasar pengetahuan (ilmu) mengantarkan orang bukan hanya pada pengetahuan itu sendiri namun dapat mencapai level kebijaksanaan. Pengetahuan yang paling tinggi adalah kebijaksanaan. Kebijaksanaan dalam merespon dunia dengan cara yang elegan dan proporsional. Kebijaksanaan menuntut adanya kecerdasan dalam mengolah informasi, mencari informasi yang benar dengan sumber yang benar untuk disampaikan dengan cara yang benar dan bijaksana.
Prof. Hadi menjelaskan setiap orang harus belajar dengan tekun dan tahu apa yang harus dipelajari serta bagaimana belajar yang seharusnya. Seperti mencari informasi pada buku referensi yang lengkap dan komprehensif. Berusaha mencari Penelitian-penelitian terbaru lalu berusaha untuk memproduksi pengetahuan baru dengan tujuan meninggalkan jejak kebaikan yang bermanfaat bagi umat manusia.
Sebagai seorang seorang pembelajar, saya terus berusaha menjadikan siapapun — apapun status sosial, ekonomi, agama, pendidikan, dll — sebagai guru kehidupan. Karena bisa jadi dari mereka tersimpan pengetahuan yang baik dan luhur. Tidak boleh melihat orang hanya dari cover-nya saja, karena cover itu bisa menipu. Namun demikian jika kita berusaha meletakkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar maka cover itu juga perlu diperhatikan. Ber-coverlah yang benar dan proporsional tanpa bermaksud berlebihan-lebihan dan tanpa bermaksud untuk meminta pujian dari siapapun. Toh pada akhirnya proses belajar akan membuat kita sadar betap bodohnya kita dalam hidup ini.
Terimakasih Prof. Cholichul Hadi atas inspirasinya.
Leave a Reply